Monday, April 9, 2018

Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam dan Barat dan Etika Profesi  


Aspek Etika Bisnis Islami
Islam adalah agama yang sempurna yang meliputi dan mengatur segala aspek kehidupan manusia.

  1. (Tijarah), merupakan salah satu komponen utama dalam sistem muamalah. Oleh karena itu, Islam menganjurkan pemeluknya untuk menggeluti bidang ini secara professional.  
  2. (Itqan),sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, keluarganya dan kaummuslimin secara umum. Hukum asal transaksi bisnis dalam Islam adalah mubah(dibolehkan), selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa jenis dan bentuk transaksi tersebut diharamkan. Prinsip ini menjadi dasar penting bagi pelaku bisnis.                                      
  3. (Tajir/Mustatsmir), untuk melakukan inovasi.                                                                                  
  4. (Tanmiyah), dalam melakukan aktivitas bisnis selama ia tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syariah serta prinsip-prinsip dasar.                                                                                        
  5. (Maqasid), dalam Islam. Pemikiran etika bisnis muncul ke permukaan, denganlandasan bahwa, Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat mengantarkan manusiadalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun diakhirat. Islam merupakan agama yang memberikan cara hidup terpadu mengenai aturan-aturan aspek social, budaya, ekonomi, sipil dan politik. Ia juga merupakan suatu system untuk seluruh aspek kehidupan, termasuk system spiritual maupunsystem prilaku ekonomi dan politik.                                                                                          
  6. Yang membedakan Islam dengan materialism adalah bahwa Islam tidak pernahmemisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmudengan akhlaq, politik dengan etika, perang dengan etika, dan kerabat sedarahdaging dengan kehidupan Islam. Islam adalah risalah yang diturunkan Allah swtmelalui Rasulullah saw untuk membenahi akhlaq manusia.
Teori Ethical Egois
Kehadiran teknologi telah memberikan nuansa baru bagi kehidupan manusia yang menyentuh semua aspek kehidupan. Perkembangan teknologi memberi kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhannya dan melakukan interaksi dengan manusia lainnya dimana pun berada. Teknologi selain membawa keuntungan seperti memberi kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya, juga menimbulkan kerugian-kerugian seperti maraknya kejahatan-kejahatan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan teori ethical masa yang akan datang. Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin bervariasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat,namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Kejahatan merupakan perbuatan antisosial, tidak hanya terdapat pada masyarakat yang sedang berkembang, tetapi ada pula dalam masyarakat yang telah maju tentunya dengan peralatan dan modus operandi yang lebih canggih. Kecanggihan teknologi seperti Hand Phone  misalnya telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam membantu pekerjaan manusia terutama dalam kecepatan penyampaian informasi. Saat ini kecanggihan teknologi hand phone banyak disalah gunakan oleh oknum masyarakat untuk melakukan kejahatan. Salah satu kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan kecanggihan hand phone adalah Perjudian Toto Gelap. Perjudian Toto Gelap yang lazim disebut Togel bagi sebagian besar masyarakat, Denpasar Bali misalnya, saat ini bukanlah merupakan hal yang baru tetapi sudah ada sejak dulu. Yang menjadi

 pertanyaan “apakah perjudian toto gelap yang beredar saat ini dimasyarakat merupakan trend perkembangan kejahatan”

Teori Relativisme
Relativisme etis yang berpendapat bahwa penilaian baik-buruk dan benar-salahtergantung pada masing-masing orang disebut relativisme etis subjektif atau analitis.Adapun relativisme etis yang berpendapat bahwa penilaian etis tidak sama, karena tidakada kesamaan masyarakat dan budaya disebut relativisme etis kultural.
            Menurut relativisme etis subjektif, dalam masalah etis, emosidan perasaan berperan penting. Karena itu, pengaruh emosi dan perasaan dalam keputusan moral harus diperhitungkan. Yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tidak dapat dilepaskan dari orang yang tersangkut dan menilainya. Relativisme etis berpendapat bahwa tidak terdapat kriteria absolut bagi putusan-putusan moral.Westermarck memeluk relativisme etis yang menghubungkan kriteria putusan dengan kebudayaan individual, yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan individual. Etika situasi dari Joseph Fletcher menganggap moralitas suatu tindakan relatif terhadap kebaikan tujuan tindakan itu.

Teori  Deontology
Deontology Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus. Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mendatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi,namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Menurut David MCnaughton,kebaikan dan keburukan tidak bisa dilihat semata-mata berdasarkan nilai baik dan buruk, dua hal ini dilihat dari konteks terjadinya perbuatan, bisa kita contohkan ada sebuah kasus atau sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan ini benar di mata masyarakat umum atau benar berdasarkan konsep-konsep umum yang ada, namun pada kenyataannya saat dilakukan terlihat buruk atau bahkan dampaknya negative.

Teori deontology diatas diperkenalkan oleh imanuel kant pada tahun (1724-1804). Dalam teorinya kan mengatakan hal yang baik dalam pengertian yang sesungguhnya adalah hal yang berasal dari kehendak yang baik. Sedangkan hal-hal seperti intelegensi, harta, jabatan dan lain sebagainya adalah sesuatu yang bersifat terbatas yang mana itu semua akan menjadi baik saat dia dimiliki dan dipakai olehkehendak yang baik yang ada pada diri manusia. Dalam teorinya juga kant menyimpulkan adanya otonomi kehendak, yang mana setiap kehendak memiliki atau mengisyaratkan adanya otonomi individu dalam melakukan sebuah perbuatan, yang sudah dipastikan setiap perbuatan tersebut didasarkan atas “kewajiban”. Kant mengatakan bahwa kewajiban ini sifatnya tidak subjektif kewajiban ini bersifat bebas atau imperative artinya sudah barang tentu dan sudah biasa manusia bebas melakukan sesuatu asalkan kebebasan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kewajiban sehingga kebebasan yang dilakukan tersebut bisa dibenarkan secara moral.

Teori Deontologist Kant ini, secara tidak langsung menolak pemikiran moral Utilitarianism yang lebih mengedepankan pada tujuan dan bahkan menjadikan tujuan sebagai landasan bagi moral itu sendiri. Menurut pandangan kant bahwa suatu perbuatan dilakukan bukan atas dasar tujuan seharusnya perbuatan dilakukan atas dasar kewajiban dan legalitas artinya seharusnya kita melakukan “kewajiban” berdasarkan “kewajiban” itu sendiri tidak berlandaskan pada tujuan. Sehingga tidak perlu alasan lain untuk melakukan sebuah perbuatan tersebut yang hingga akhirnya bisa dilakukan.

Kant juga menekankan jika kita melakukan suatu perbuatan berdasarkan reason/alasan, maka alasan itu harus bersifat universal atau mencakup pada semua bidang atau semua perbuatan dan bukan pada perbuatan yang non-universal atau particular. Dengan alasan ini orang harus melakukan suatu tanpa syarat, yang mana oleh Kant ini disebut dengan categorical imperative. Imperative kategori ini dijadikan sebagai prinsip kewajiban oleh manusia. Teori ini menjiwai setiap hal yang berhubungan dengan ethics baik yang bersifat pada diri sendiri ataupun yang bersifat pada orang lain. Bisa kita mengambil contoh yaitu: Orang tua memiliki kewajiban terhadap anaknya begitupun sebaliknya. Ada juga individu terhadap kelompok dan kelompok juga terhadap kewajiban individu, jadi keduanya berkesinambungan antara satu sama lain dan semua itu dilakukan harus berdasarkan kewajiban bukan karena beban atau alasan yang lain.

Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”,yang dalam bahasa Yunani adalah“Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji” untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.

 Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.

Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju professional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.


Kode Etik
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial,namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan kode etik agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai narkoba atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Prinsip Etika Profesi
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.

  1. Prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain.Ia sendiri dapat mempertanggung jawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam.Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya   
  2. Prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapu termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya .prinsip “siap yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan perwujudan sanga konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan orang tersebut.                          
  3. Prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. Namun begitu tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu / peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut.Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi,otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional.Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu,dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi,otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama.Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihaktetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihaktertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpang siuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar dari pada peraturan yangtelah ditetapkan oleh Pemerintah.                                                                                                                                         
  4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya.Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar nilai uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagainilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya
    nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela matihanya demi mempertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu. Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangkan nilai yang dianut profesinya.Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam melayani masyarakat.

No comments:

Post a Comment